Sep, 2021

Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012), Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf.
Angka kejadian penyakit GBS kurang lebih 0,6-1,6 setiap 10.000-40.000 penduduk. Perbedaan angka kejadian di negara maju dan berkembang tidak nampak. Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Data RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan pada akhir tahun 2010-2011 tercatat 48 kasus GBS dalam satu tahun dengan berbagai varian jumlahnya per bulan. Pada Tahun 2012 berbagai kasus di RSCM mengalami kenaikan sekitar 10% (Anonim, 2012 ; Mikail, 2012).
Keadaan tersebut di atas menunjukkan walaupun kasus penyakit GBS relatif jarang ditemukan namun dalam beberapa tahun terakhir ternyata jumlah kasusnya terus mengalami peningkatan. Meskipun bukan angka nasional negara Indonesia, data RSCM tidak dapat dipisahkan dengan kasus yang terjadi di negara ini, karena RSCM merupakan salah satu Rumah Sakit pusat rujukan nasional. Berdasarkan fakta di atas perlu kita mengenal penyakit GBS secara lebih rinci.
Guillain Barre Syndrom (GBS)
Penyebab GBS awalnya tidak diketahui sehingga penyakit ini mempunyai nama lain Acute idiophatic polineuritis atau polineuritis idiopatik akut. Idiopatik berasal dari kata “idiot” atau “tidak tahu”. Bersama jalannya waktu diketahui bahwa GBS dapat disebabkan oleh kerusakan sistem kekebalan. Kerusakan sistem kekebalan tersebut menimbulkan pembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat diterima oleh otot yang terserang. Apabila banyak
syaraf yang terserang, di mana salah satunya adalah syaraf sistem kekebalan, sehingga sistem kekebalan tubuh kita pun akan kacau, dengan tidak diperintah dia akan mengeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh di tempat-tempat yang tidak diinginkan. Pengobatan akan menyebabkan sistem kekebalan tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja sebagaimana mestinya dan gejala hilang dan bisa pulih sehat seperti semula.
Beberapa kasus menunjukkan orang mengalami gejala GBS setelah beberapa hari atau minggu mengalami sakit dengan gejala diare atau gangguan pernapasan. Infeksi bakteri Campylobacter jejeni bisa sebagai pemicu gejala GBS. Selain itu, GBS bisa terjadi setelah orang tersebut mengalami flu atau infeksi virus lainnya seperti Cytomegalovirus dan virus Epstein Barr. Walaupun sangat jarang terjadi, penyakit GBS bisa dipicu vaksinasi atau pembedahan yang dilakukan beberapa hari atau minggu sebelum serangan penyakit tersebut. Kasus penyakit GBS pada tahun 1976 meningkat karena penggunaan vaksin flu babi. Baru pada tahun 2003 The Institute of Medicine (IOM) mengemukakan beberapa teori tentang kemungkinan mengapa hai ini terjadi, tetapi belum dapat menjelaskan secara pasti.
Setiap orang bisa terkena GBS tetapi pada umumya lebih banyak terjadi pada orang tua. Orang berumur 50 tahun keatas merupakan golongan paling tinggi risikonya untuk mengalami GBS (CDC, 2012). Namun, menurut ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dr. Darma Imran, Sp S(K) mengatakan bahwa GBS dapat dialami semua usia mulai anak-anak sampai orang tua, tapi puncaknya adalah pada pasien usia produktif ( Mikail, 2013).
Gejala awal antara lain adalah rasa seperti ditusuk-tusuk jarum di ujung jari kaki atau tangan atau mati rasa di bagian tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku mengeras, lengan terasa lemah dan telapak tangan tidak bisa mengenggam erat atau memutar sesuatu dengan baik (buka kunci, buka kaleng dan lain-lain). Gejala awal ini bisa hilang dalam tempo waktu beberapa minggu, penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah menjelaskannya pada tim dokter untuk meminta perawatan lebih lanjut karena gejala-gejala akan hilang pada saat diperiksa. Gejala tahap berikutnya pada saat mulai muncul kesulitan berarti, misalnya : kaki sudah melangkah, lengan menjadi sakit lemah, dan kemudian dokter menemukan syaraf refleks lengan telah hilang fungsinya (Anonim, 2006).
Gejala awal biasanya kelemahan atau rasa kesemutan pada kaki. Rasa itu dapat menjalar ke bagian tubuh atas tubuh. Pada beberapa kasus bisa menjadi lumpuh, Hal ini bisa
menyebabkan kematian. Pasien kadang membutuhkan alat respirator untuk bernapas. Gejala biasanya memburuk setelah beberapa minggu, kemudian stabil. Banyak orang bisa sembuh, namun kesembuhan bisa didapatkan dalam minggu atau tahun (CDC, 2012 ; Marjo, 1978 ; Sidarta, 2004 ; Walshe, 1978).
Diagnosa GBS ditegakkan berdasarkan riwayat dan hasil tes kesehatan baik secara fisik maupun laboratorium. Berdasarkan riwayat penyakit didapatkan data tentang obat- obatan yang biasa diminum, apakah ada riwayat konsumsi alkohol, infeksi-infeksi yang pernah diderita sebelumnya, riwayat vaksinasi dan pembedahan yang dilakukan pada orang tersebut sebelumnya, maka dokter akan menyimpulkan apakah pasien menderita penyakit GBS. Tidak lupa juga riwayat penyakit yang pernah diderita pasien maupun keluarga pasien misalnya diabetes mellitus, diet yang dilakukan, semuanya akan diteliti dengan seksama hingga dokter bisa menarik kesimpulan apakah orang terkena GBS atau penyakit lainnya.
Pasien yang diduga mengidap GBS diharuskan melakukan tes:
Sesuai urutannya, test pertama akan dilakukan kemudian test ke dua apabila test pertama tidak terdeteksi adanya GBS, dan selanjutnya.
Tanda-tanda melemahnya syaraf akan nampak semakin parah dalam waktu 4 sampai 6 minggu. Beberapa pasien melemah dalam waktu relatif singkat hingga pada titik lumpuh total dalam hitungan hari, tapi kasus seperti itu amat langka.
Pasien memasuki tahap ‘tidak berdaya’ dalam beberapa hari. Pada masa ini biasanya pasien dianjurkan untuk beristirahat total di rumah sakit. Meskipun kondisi dalam keadaan lemah sangat dianjurkan pasien untuk selalu menggerakkan bagian-bagian tubuh yang terserang untuk menghindari kaku otot. Ahli fisioterapi biasanya akan sangat dibutuhkan untuk melatih pasien dengan terapi-terapi khusus. Pengarahan-pengarahan akan diberikan tim medis kepada keluarga dan teman pasien cara-cara melatih pasien GBS.
Pasien penyakit GBS biasanya merasakan sakit yang akut, terutama pada daerah tulang belakang dan lengan dan kaki. Namun ada juga pasien yang tidak mengeluhkan rasa sakit yang berarti meskipun mereka mengalami kelumpuhan parah. Rasa sakit muncul dari pembengkakan dari syaraf yang terserang, atau dari otot yang sementara kehilangan suplai energi, atau dari posisi duduk atau tidur pasien yang mengalami kesulitan untuk bergerak atau memutar tubuhnya ke posisi nyaman. Untuk melawan rasa sakit dokter akan memberikan obat penghilang rasa sakit dan perawat akan memberikan terapi-terapi untuk merelokasi bagian-bagian tubuh yang terserang dengan terapi-terapi khusus. Rasa sakit dapat datang dan pergi dan itu sangat menyiksa bagi penderita GBS.
Pasien biasanya akan melemah dalam waktu beberapa minggu, maka dari itu perawatan intensif sangat diperlukan pada tahap-tahap saat GBS mulai terdeteksi. Sesuai dengan tahap dan tingkat kelumpuhan pasien maka dokter akan menentukan apa pasien memerlukan perawatan di ruang ICU atau tidak. Sekitar 25% pasien GBS akan mengalami berbagai kesulitan antara pada : sistem pernafasan ditandai dengan sesak nafas bahkan henti nafas, penurunan kemampuan menelan dan batuk. Pasien biasanya akan diberi bantuan alat ventilator untuk membantu pernafasan dalam kondisi tersebut di atas,
Setelah beberapa waktu, kondisi mati rasa akan berangsur membaik. Pasien harus tetap waspada karena hanya 80% pasien yang dapat sembuh total, tergantung parahnya penyakit. Pasien bisa berjalan dalam waktu lagi setelah perawatan dalam hitungan minggu atau tahun. Namun statistik membuktikan bahwa rata-rata pasien akan membaik dalam waktu 3 sampai 6 bulan. Pasien parah akan menjadi cacat pada bagian yang terserang paling parah, perlu terapi yang cukup lama untuk mengembalikan fungsi-fungsi otot yang layuh akibat GBS. Bisanya memakan waktu maksimal 4 tahun.
Pengobatan GBS adalah dengan pemberian imunoglobulin secara intravena dan plasmapharesis atau pengambilan antibodi yang merusak sistem saraf tepi dengan jalan mengganti plasma darah. Selain terapi pokok tersebut juga telah dijelaskan di atas tentang pemberian fisioterapi dan perawatan dengan terapi khusus serta pemberian obat untuk mengurangi rasa sakit. GBS merupakan penyakit akut akan tetapi bila diterapi dengan baik dan tepat maka dapat memperbaiki kualitas hidup pasien.
Pencegahan dilakukan dengan menjaga kesehatan supaya tidak mengalami infeksi dan melakukan pemantauan keamanan vaksin. Vaccine Adverse Event Reporting (VAERS) adalah suatu sistem yang dikelola CDC dan Food and Drug Administration (FDA) untuk mengumpulkan laporan sukarela tentang kemungkinan efek samping yang dialami orang setelah mendapatkan vaksinasi. Hal ini bisa kita lakukan di Indonesia dengan melaporkan kasus efek samping pemberian vaksinasi pada Puskesmas setempat yang akan dilanjutkan sampai Kementrian Kesehatan untuk ditindaklanjuti. Melalui tindak lanjut tersebut diharapkan dapat mendeteksi adanya kemungkinan risiko GBS yang terkait dengan vaksinasi diketahui secara dini dan mengambil tindakan lebih awal dan tepat.
Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf ini menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf . Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Pasien yang diduga mengidap GBS diharuskan melakukan tes darah lengkap, berupa pemeriksaan kimia darah secara komplit, lumbal puncti berfungsi untuk mengambil cairan otak, electromyogram (EMG) untuk merekam kontraksi otot dan pemeriksaan kecepatan hantar syaraf.
Pengobatan GBS adalah dengan pemberian imunoglobulin secara intravena dan plasmapharesis atau pengambilan antibodi yang merusak sistem saraf tepi dengan jalan mengganti plasma darah. Selain terapi pokok tersebut juga perlu dilakukan pemberian fisioterapi dan perawatan dengan terapi khusus serta pemberian obat untuk mengurangi rasa
sakit Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan supaya tidak mengalami infeksi dan melakukan pemantauan keamanan vaksin.
Anonim.2006.Pengenalan Penyakit Guillain Barre Syndrome (GBS). http://www.gauli.com/2006/05/31/pengenalan-penyakit-gbs/. Diakses pada tanggal 14 Februari 2013 pada pukul 18:21.
Mikail,B.2012. Penderita Guillain Barre Syndrome (GBS) meningkat di Kalangan Usia Produktif. http://health.kompas.com/read/2012/04/14/09265323/Penderita Guillain Barre Syndrome(GBS).Meningkat.di.Kalangan.Usia.Produktif. Diakses pada tanggal 14 Februari 2013 pada pukul 18:18
Center for disease control (CDC). 2012. Guillain Barre Syndrome (GBS) http://www.cdc.gov/flu/protect/vaccine//guillainbarre.htm. Diakses pada tanggal 14 Februari 2013 pada pukul 18:16.
Mardjo, M. dkk.1978. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. PT Dian Rakyat.
Sidarta,P.2004.Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta. Penerbit Dian Rakyat. Walshe.T.M.1978. Manual of Neurologic Therapetic.Boston.Little Brown.
Menurut International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10), ID adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau aspek yang tidak lengkap, terutama ditandai oleh adanya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia yaitu kemampuan kognitif, motorik dan sosial dan bahasa (PPDGJ, 2001).
Menurut Kaplan & Sadock (2010), ID adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang di bawah rata-rata dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum individu berusia 18 tahun.Anak dengan ID memiliki IQ rendah yang kurang dari 70 kesulitan atau tidak mampu belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal (Depkes, 2005).
Berdasarkan paparan definisi diatas, ID adalah suatu kondisi dimana individu memiliki IQ yang kurang dari 70 dan mengalami masalah selama masa perkembangannya sehingga menyebabkan individu mengalami masalah bukan hanya pada kognitifnya saja, melainkan juga pada motorik, bahasa & sosial.
Intellectual disability diasebabkan karena adanya faktor genetik dan psikososial (APA, 2013). Gangguan kromosom dan metabolik, down syndrome, sindrome X rapuh, dan fenilketonuria adalah gangguan yang terjadi karena adanya kelainan dari faktor genetik dan kelainan tersebut dapat menyebabkan ID sedang.
Menuurut Kaplan & Sadock (2010) faktor lain yang dapat menyebabkan intellectual disability antara lain : faktor prenatal, faktor perinatal, dan faktor lingkungan sosiokultural.
Kerusakan janin dan intellectual disability karena adanya infeksi maternal selama kehamilan terutama infeksi virus. Infeksi maternal ini disebabkan oleh diabetes yang tidak terkendali, anemia, fisema, hipertensi, dan pemakaian jangka panjang alkohol dan zat narkotik. Sejumlah penyakit tersebut laporkan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat janin dan kondisi tersebut memiliki resiko tinggi untuk intellectual disability.
Bayi prematur dan bayi lahir dengan berat badan rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun disekolahnya. Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya
berhubungan dengan beratnya perdarahan intakranial, hal ini dapat menyebabkan kelainan kognitif. Intervensi dini dapat memperbaiki kemampuan kognitf, bahasa, dan perseptual.
Intellectual disability ringan secara bermakna menonjol di antara orang yang mengalami gangguan kultural, kelompok sosioekonomi rendah, dan banyak sanak saudara yang terkena ID dengan derajat yang mirip. Tidak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus ini. Gangguan mental parental yang parah dapat menggangu pengasuh dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan menempatkan anak pada resiko perkembangan.
Keterampilan fine motor adalah koordinasi gerakan otot-otot kecil yang terjadi pada bagian tubuh seperti jari-jari, biasanya berkoordinasi dengan mata. Jika ini diterapkan pada teori bakat manusia, ini disebut ketangkasan manual dan tingginya tingkat ketangkasan manual dapat dikaitkan dengan tugas-tugas manual yang dikendalikan oleh saraf (Brynie, 2009).
Keterampilan fine motor merupakan kemampuan kita dalam menggunakan jari-jari, tangan, dan lengan, termasuk kemampuan yang digunakan untuk mencapai, menggenggam, manipulasi objek, dan menggunakan alat berbeda, seperti krayon dan gunting (Klein, 1987).
Menurut Dini dan Sari (1996) yang ditulis oleh Wijil (2012), keterampilan fine motor adalah keterampilan yang memerlukan kontrol dari otot-otot kecil dari tubuh untuk mencapai tujuan dari keterampilan. Pada umunya, keterampilan fine motor sering membutuhkaan kecermatan koordinasi mata dan tangan.
Menurut Santrock (1995), keterampilan fine motor anak berkembang secara bertahap sesuai dengan usia anak. Keterampilan fine motor anak dapat diamati ketika usia anak 3 tahun, walaupun anak mampu memegang benda-benda kecil diantara ibu jari dan jari telunjuk, tetapi anak masih merasa belum terbiasa atau masih kikuk. Pada usia ini anak dapat membangun menara tinggi secara hati-hati walaupun susunan balok tidak lurus dan benar, bermain puzzle bergambar walaupun anak akan kasar dalam menempatkan potongan puzzle bahkan anak jika anak melihat tempat potongan puzzle yang sama anak akan menempatkan secara asal dan terkadang anak juga akan memaksakan menempatkan potongan puzzle tersebut agar dapat masuk ke dalam lubang secara kasar.
Pada usia 4 tahun, keterampilan fine motormulai meningkat dan menjadi lebih tepat. Pada usia ini, anak mampu menyusun balok tinggi-tinggi secara sempurna dan terkadang anak merasa tidak puas dengan susunan balok yang telah disusun. Pada usia 5 tahun, mulai ada koordinasi antara tangan, lengan, gerak tubuh yang baik. Anak tidak tertarik lagi dengan menyusun balok, anak akan mulai membangun rumah atau gereja lengkap dengan menaranya.
Pada usia 6 tahun, anak mulai bisa memukul, meninju, mengikat tali sepatu, dan mengancingkan baju. Ketika usia 7 tahun, anak mulai menyukai pensil dari pada krayon saat melukis dan jarang menulis huruf-huruf terbalik dan tulisannya juga semakin kecil.
Sampai anak berusia 8 sampai 10 tahun , keterampilan fine motor anak mulai berkembang secara tepat dan dapat digunakan dengan mudah. Anak mulai menulis bukan hanya menulis huruf satu per satu dan tulisannya menjadi lebih kecil dan rata. Ketika usia anak 10 tahun hingga 12 tahun, anak mulai memperlihatkan keterampilan- keterampilan maipulatif menyerupai kemampuan orang dewasa. Anak mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, dan cepat saat mengerjakan kerajinan atau memainkan alat musik.
Keterampilan fine motor memiliki fungsi untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan koordinasi tangan serta ketepatan dan kecermatan matan yang tinggi, seperti : menggunting, melukis, menjahit, dan mengancinkan baju (Dini &Sari, 1996).
Menurut Saputra, Suyanto & Rudianto (2005), ditulis kembali oleh Wijil (2012), keterampilan fine motor juga berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh, seperti : melipat, menggunting, menulis, merangkai, dan menali sepatu. Keterampilan ini juga digunakan sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi mata dan tangan dengan gerakan mata digunakan sebagai alat untuk penguasaan pada emosi.
Keterampilan fine motor kebanyakan digunakan untuk aktivitas self-help sklils, seperti : makan, berpakaian dan grooming. Pada aktivitas disekolah, anak menggunakan keterampilan fine motor untuk kegiatan menulis, menggunakan komputer, kesenian dan kerajinan tangan. Keterapilan fine motor dapat dilihat ketika anak melakukan aktivitas fungsionalnya akan sangat membantu dalam menentukan bagaimana fine motor dapat memberikan pengaruh yang kuat pada kemampuan anak dalam mencapai keberhasilannya melakukan aktivtas yang dia butuhkan (Mulligan, 2003).
Menurut Sumantri (2005) yang ditulis kembali oleh Indriyani (2014), menggunting adalah kegiatan memotong berbagi macam kertas atau bahan-bahan yang lain menjadi beberapa bagian sesuai dengan alur, garis, bentuk-bentuk tertentu. Aktivitas menggunting membutuhkan keterampilan untuk menggerakan otot-otot tangan dan jari-jari untuk berkoordinasi dalam menggunting yang berpola, menggunting dan melipat untuk membentuk gambar, membentuk pola dan bentuk yang lainnya.
Menurut klein (1987), prasyarat kemampuan menggunting meliputi keseimbangan, stabilitas bahu, kontrol lengan, stabilitas pergelangan tangan, graps, finger isolation, release, lead assist two hand usage, koordinasi gerakan lengan, tangan dan mata, dan persiapan perkembangan.
Anak harus mampu duduk dalam postur tegak dengan kaki ditempatkan dengan kuat pada lantai atau di bangku atau sandaran kaki, sehingga anak merasa nyaman dan tidak takut jatuh.
Kemampuan untuk stabilitasi dan mengontrol gerakan bahu untuk menyangga lengan, tangan, dan gerakan jari ketika menggunting karena anak harus mampu mengontrol kedua lengannya, sehingga anak dapat melakukan tindakan yang terpisah tanpa kehilangan presisi.
Aktivitas menggunting dibutuhkan kemampuan stabilitas pergelangan tangan dengan stabil karena anak harus mampu memegang dengan terkontrol dalam menggerakkan gunting. Apabila menggunakan dua tangan untuk menggunting, masing-masing pergelangan tangan akan bergerak secara terpisah dimana satu tangan memegang kertas dan tangan lainnya memegang gunting.
Diperlukan kemampuan untuk menutup dangan dalam gerakan menggunting. satu tangan harus memegang kertas menggunakan ibu jari atau sisi radial tangan. Sisi lain harus dapat menggunakan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah untuk mengontrol gunting sementara sisi lain dari tangan yang stabil.
Kemampuan untuk mengisolasi tindakan ibu jari, jari tengah, dan jari telunjuk memingkinkan anak untuk mengontrol pembukaan dan penutupan pisau gunting.
Kemampuan untuk melepaskan objek dari tangan juga penting ketika menggunting sehingga akan mendapatkan gerakan atas-bawah dalam menggunting.
Lead assist two hand usage adalah kemampuan untuk menggunakan kedua tangan bersama-sama dengan satu tangan menstabilkan sementara tangan yang lainnya mengarah pada tindakkan. Hal ini biasanya memerlukan preference untuk menstabilkan tangan (paper-holding) pada saat satu tangan memegang kertas harus aktif dan tangan yang lainnya menggerakkan gunting pada garis yang digunting.
Kemampuan untuk mengkoordinasi mata dengan bahu, siku, lengan bawah, pergelangan tangan, dan jari-jari diperlukan sebelum anak belajar untuk menggunting.
Salah satu tahap awal bisa disebut juga dengan tahap eksploratif sensorik, dimana tubuh itu sendiri adalah mainan bagi anak. moushing, reaching, grasping, menjatuhkan, memukul, dan
melemparkan akan mendominasi pada tahap ini. Secara bertahap, ketertarikkan berubah menjadi belajar dan kemudian anak-anak memasukki tahap bermain konstruktif. Anak mulai memahami bentuk, ukuran, warna, dan konsep bentuk yang menunjukkan hubungan bangian. Rentang perhatian meningkat dan anak-anak siap untuk mencoret-coret, menggambar, melakukan teka-teki, manik-manik tali, dan diperkenalkan menggunting.
Definisi mental retardasi menurut The American association on Mental Retardation (AAMR) 1992 dalam buku language disorders karya Robert E. Owns.JR, mendefinisikan mental retardasi sebagai berikut; Retardasi mental yaitu : Kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal (IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; keterampilan merawat diri; ADL; keterampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lain-lain.
Karakteristik Mental Retardasi tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
a. Retardasi mental ringan
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini termasuk dari tipe social-budaya dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stress sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
b. Retardasi mental sedang
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas dua SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu, misalnya pertukangan, pertanian, dll. Apabila bekerja nanti mereka ini perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri sendiri. Kelompok ini juga kurang kurang mampu menghadapi stress dan kurang mandiri sehingga perlu bimbingan dan pengawasan.
c. Retardasi mental berat
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih hal dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.
d. Retardasi mental sangat berat
Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung orang disekitarnya. Masalah – masalah yang dihadapi oleh anak mental retardasi perkembangan fungsi inteletual anak mr yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah akan berakibat langsung pada kehidupan mereka sehari hari,
Sehingga banyak mengalami kesulitan dalam hidupnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh anak MR meliputi :
a. Masalah belajar
b. Masalah penyesuaian diri terhadap lingkungan,
c. Masalah gangguan bahasa dan bicara
d. Masalah kepribadaian
Perkembangan manusia mempunyai tiga domain utama. Pertama, perkembangan fisik yaitu perubahan terhadap ukuran, postur tubuh, penampilan, kemampuan motorik, persepsi serta kesehatan fisik. Kedua, Perkembangan Kognitif yakni perubahan dalam kemampuan intelektual seseorang yang didalamnya meliputi ingatan, pengetahuan akademis dan sehari-hari, pemecahan masalah, imajinasi, kreatifitas dan bahasa. Ketiga, perkembanganemosional dan sosial yakni perubahan seseorang dalam komunikasi emosional, pemahaman diri, pemahaman tentang orang lain, keterampilan antar pribadi, pertemanan, relasi, serta penalaran moral dan perilaku.(Laura E. Berk, 2012).
Perkembangan teknologi sekarang semakin pesat yang menjadikan semuanya serba digital, sehingga secara langsung maupun tidak langsung perkembangan teknologi dapat memengaruhi terhadap gaya hidup. Dalam kegiatan sehari-hari baik di rumah ataupun di tempat kerja dapat dipastikan semua aktifitas tidak terlepas dari penggunaan barang-barang elektronik. Penggunaan elektronik tersebut dapat mempermudah pekerjaan dan mendapatkan informasi dari luar serta mendapatkan hiburan. Melihat hal tersebut menunjukan begitu pentingya peran digital dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digitaldimulai tahun 1980. Teknologi mengalami perkembangan mulai dari perkembangan komputer, lahirnya internet, ponsel (seluler), situs jejaring sosial. Adapun contoh perangkat digital adalah televisi, komputer, laptop, jam digital, smartphone, perangkat game permaianan genggam. Seiring berkembangnya jaman teknologi pun mengalami perkembangan mulai dari buku-buku elektronik (ebook), surat-surat elektronik (email), mesin ketik (komputer), telepon (ponsel), gramofon berkembang menjadi kaset lalu CD lalu berkembang lagi menjadi MP3, jam analog kemudian berkembang menjadi jam digital laku berkembang llagi menjadi smartwatch (Sukiman, dkk.: 2016).
Manfaat teknologi digital dan dampak positif dari teknologi digital tidak dapat diragukan. Hidup menjadi serba mudah, serba cepat dan serba praktis. Adapun dampak negatif digital adalah bahwa perkembangan teknologi tidak hanya berdampak positif, tetapi juga berdampak negatif terhadap kehidupan. Hal tersebut sangat dirasakan oleh para orang tua yang memiliki anak dan remaja. Setidaknya ada tiga dampak yang terjadi akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada anak dan remaja yang kemudian dalam kesehariannya menjadi akrab dengan gadget. Adapun dampak negatif digital (Mardiya) adalah sebagai berikut :
Anak yang kecanduan gadget, dapat dipastikan pola makannya tidak teratur, anak hanya akan makan makanan yang disuka dan kurang tidur. Sedangkan menurut (Kemendikbud) dampak negatif dari digital adalah sebagai berikut :
Yang harus dilakukan oleh para orang tua dalam mengasuh anak di era digital adalah membangun komuikasi dengan anak. Dalam situasi sesibuk apapun, diharapkan orang tua dapat berkomunikasi dengan anak baik bertemu langsung atau melalui telepon atau pesan singkat, sekedar untuk menanyakan kondisi anak. Orang tua dalam mengasuh anak di era digital harus dapat memerhatikan beberapa hal sebagai berikut :
Sumber : Tumbuh Kembang Anak di Era Digital oleh Syafa’atun Nahriyah dalam Jurnal Pendidikan dan Studi Islam