Down syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan oleh adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan, sehingga terjadi kelebihan kromosom 21, dalam hal ini 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kromosom menjadi 47. Sedangkan pada jumlah yang normal, hanya terdapat 2 kromosom 21 sehingga kromosom berjumlah 46 (Davidson dkk, 2006). Di Indonesia pada tahun 2015 sendiri terdapat sekitar 300 ribu kasus down syndrome yang meningkat dibandingkan 15 tahun yang lalu.
Anak down syndrome biasanya memiliki ciri fisik khas dan mudah dikenali. Selain ciri fisik, karakter khas yang dimiliki anak down syndrome yaitu mengalami retardasi mental dan memiliki taraf kecerdasan yang biasanya tergolong idiot dan imbesil (White, 1981). Anak down syndrome juga ada yang mengalami gangguan atau bahkan kerusakan pada system organ tubuh yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, pernafasan serta gangguan pada jantung yang dapat berakibat fatal.
Dampak dari faktor kecerdasan yang dimiliki anak down syndrome akan memengaruhi perkembangan lainnya dan salah satunya adalah perkembangan bahasa, anak down syndrome akan mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi dan mengekspresikan kebutuhannya secara verbal. Anak biasanya berkomunikasi dengan kalimat yang sederhana. Anak juga mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kalimat secara jelas, sehingga seringkali orang lain kurang mengerti dengan apa yang diungkapkan oleh anak.
Perkembangan motorik anak down syndrome baik kasar maupun halus mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan anak seusianya. Akibat yang muncul dari keterlambatan perkembangan motorik, bahasa dan kecerdasan anak down syndrome adalah hambatan dalam melakukan tiga area okupasi terapi yaitu: (1) activity daily living (aktivitas keseharian) seperti makan, mandi, minum, berhias dan lain-lain; (2) productivity (produktivitas) seperti belajar, menulis, bermain dan lain-lain; (3) leisure (pemanfaatan waktu luang) seperti olahraga, bermain dan lain-lain.
Melatih menggunakan alat tulis seperti pensil, crayon, spidol atau pulpen adalah cara yang paling tepat untuk memulai mengajarkan anak dengan kegiatan menulis. Menulis adalah suatu aktivitas yang kompleks yang mencakup gerakan tangan, jari dan mata secara terintegrasi. Banyak sekali kemampuan yang terlibat ketika anak sedang meronce, menggunting, menggambar ataupun menulis kata sederhana. Selain harus mempunyai keterampilan motorik halus yang baik, anak membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, serta kemampuan otak untuk mengkoordinasikan mata dan tangan untuk menghasilkan coretan bermakna/tulisan.
Sebelum anak siap untuk menulis, ada baiknya guru memperkenalkan kegiatan untuk mendukung kemampuan menulis atau yang biasanya disebut kegiatan pra menulis yaitu anak dapat membuat bentuk dengan menggunakan alat tulis sesuai dengan ruang lingkup perkembangan (Departemen Pendidikan Kebudayaan 1997:4) mencakup:
- Menarik garis datar, tegak, miring kanan, miring kiri, lengkung
berulang-ulang dengan alat tulis secara bertahap. - Mencontoh bentuk silang (+ dan x) lingkaran, bujur sangkar, dan segi tiga secara bertahap.
- Mencontoh angka 1-10.
- Mencontoh bentuk-bentuk sederhana dengan diperlihatkan
sekejap. - Menggambar bentuk silang, lingkaran dan segitiga secara
bertahap. - Menggambar bebas dengan bentuk titik, garis lingkaran, segi
empat, segitiga, dan bujur sangkar yang tersedia.
Hal tersebut adalah kemampuan yang harus dicapai anak usia prasekolah, dengan stimulasi yang baik dan berkasinambungan tentunya kemampuan anak dalam menulis akan semakin terampil dan antusias dalam menulis. Komponen yang dibutuhkan saat menulis adalah postur yang bagus saat duduk, kontrol leher yang kuat, bahu yang kuat untuk memfasilitasi gerakan lengan dan pergelangan tangan, manipulasi jari, visual spatial yang baik, visual field yang baik, persepsi yang baik, kontrol gerakan baik, atensi dan konsentrasi yang baik, praksis yang baik, koordinasi mata tangan yang baik.
Komponen yang dibutuhkan saat menulis adalah postur yang bagus saat duduk, kontrol leher yang kuat, bahu yang kuat untuk memfasilitasi gerakan lengan dan pergelangan tangan, manipulasi jari, visual spatial yang baik, visual field yang baik, persepsi yang baik, kontrol gerakan baik, atensi dan konsentrasi yang baik, praksis yang baik, koordinasi mata tangan yang baik.
Pada kondisi down syndrome pasien belum mampu melakukan
aktivitas menulis karena tonus otot pada bahu yang masih lemah sehingga
saat menulis gerakan pergelangan tangan belum leluasa. Pasien belum
mampu mempertahankan posisi tangan di atas meja dan posisi badan yang
tegak saat menulis. Pasien belum menguasai kemampuan pra-menulis.