Edukasi Fisioterapi pada Anak

Fisioterapi adalah prosedur medis yang dilakukan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak yang terganggu. Fisioterapi pada anak biasanya dibedakan berdasarkan indikasinya. Contohnya adalah fisioterapi untuk bayi lahir dengan risiko tinggi (risti), anak dengan cerebral palsy, spina bifida, gangguan pernapasan, anak dengan gangguan ortopedik, cedera saat olahraga, hingga anak dengan retardasi mental;

Dokter biasanya merekomendasikan fisoterapi jika bayi atau balita Anda memiliki beberapa hal sebagai berikut:

  • Gagal memenuhi tonggak perkembangan (milestone) selama tahun pertama kehidupan
  • Hanya menumpu pada satu sisi tubuh dan/atau memiringkan kepala ke satu sisi saja
  • Memiliki postur yang buruk
  • Telah didiagnosis dengan cerebral palsy, torticollis, atau gangguan neuromuskular lainnya
  • Memiliki tonus otot yang kaku
  • Memiliki mobilitas sendi yang berlebihan atau terbatas
  • Memiliki kesulitan dengan keseimbangan dan koordinasi tubuh

Fisioterapi anak bertujuan untuk membantu mengobati anak dan remaja dengan berbagai masalah pada kesehatan fisiknya. Selain itu, terapi ini juga dilakukan untuk membantu memberikan dukungan pada keluarga dan orangtua yang memiliki anak dengan berbagai masalah fisik.

Terapi fisik ini juga dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan yang menghambat gerak tubuh seperti:

  1. Cerebral palsy

Cerebral palsy adalah sekelompok kondisi yang memengaruhi otot dan juga saraf. Kondisi ini bukan bawaan lahir tetapi berkembang dan dimulai dari sejak bayi lahir.

Berbagai gejala cerebral palsy seperti lengan dan kaki bergerak tidak normal, terlambat bicara dan berjalan, sulit makan, bentuk otot yang buruk di usia awal kehidupan sehingga membuat postur tubuh juga abnormal, koordinasi gerak yang buruk, tubuh kaku, dan kejang otot. Melakukan fisioterapi anak bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kesehatan yang satu ini.

  2. Global development delay

Global development delay (GDD) adalah keterlambatan perkembangan anak dari segi emosional, mental, dan juga fisik. Biasanya, anak dengan GDD mengalami masalah dalam pengetahuan bahasa dan cara pengucapan, penglihatan, keterampilan gerak, keterampilan sosial dan emosional, serta kemampuan berpikir. Melalui fisioterapi anak, GDD bisa diatasi untuk meningkatkan perkembangannya.

  3. Down’s Syndrome

Down syndrome adalah kondisi genetik yang menyebabkan gangguan belajar pada anak dan kelainan fisik tertentu, seperti kepala berukuran kecil, berat dan tinggi badan yang lebih rendah dibanding rata-rata, otot kurang terbentuk dengan sempurna, dan fitur wajah yang datar.

Kondisi ini akan berlangsung seumur hidup. Akan tetapi, dengan perawatan yang tepat, anak down syndrome dapat tumbuh dengan sehat bahkan melakukan berbagai hal produktif seperti orang sehat lainnya. Salah satu perawatan yang bisa Anda coba terapkan ialah fisioterapi anak.

Program fisioterapi anak biasanya dimasukkan ke dalam aktivitas hariannya. Terapis juga akan memberikan pengetahuan sederhana dan pelatihan untuk keluarga agar dapat membantu serta mendorong anak untuk berlatih program fisioterapi yang telah dibuat.

MENGENAL APA ITU “CEREBRAL PALSY” ?

  1. Definisi

Cerebral palsy merupakan gangguan gerak dan postur yang muncul pada janin dan anak usia dini bersifat non progresif dan menyebabkan terbatasnya aktivitas. Pada umumya anak CP sering disertai dengan gangguan motorik, gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, perilaku, epilepsi, dan masalah muskuloskeletal.

Time frame cedera otak pada CP jika kerusakan otak muncul selama salah satu periode berikut: (1) Periode Prenatal – konsepsi awal persalinan (2) Periode Perinatal – 28 minggu intrauterine sampai 7 hari (3) Periode Pasca Kelahiran – dua pertama (dan beberapa mengatakan lima) tahun kehidupan. Setelah usia 5 tahun lebih mengenai stroke atau cedera otak traumatis.

  • Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi CP sangat beragam dan multifaktorial. Penyebabnya bisa terjadi karena bawaan, genetik, inflamasi, infeksi, anoxic, trauma dan metabolisme. Berikut merupakan faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya CP :

  1. Prenatal
  2. Riwayat kejang pada ibu
  3. Hipertiroid
  4. Perdarahan pada trimester ketiga
  5. Serviks tidak kompeten
  6. Toksemia dan eklampsia
  7. Konsumsi obat dan penyalahgunaan obat seperti alkohol, kokain dan lain-lain
  8. Trauma atau cedera
  9. Kehamilan kembar
  10. Insufisiensi plasenta
  11. Infeksi (TORCH) dan sifilis

Infeksi berupa Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), Herpes Simplex dan sifilis. CMV adalah virus yang paling sering terlibat dalam kerusakan otak selama kehamilan

  • Perinatal
  • Proses persalinan yang lama dan sulit
  • Prematur
  • Berat badan lahir kurang dari 2500 gram
  • Ketuban pecah dini
  • Perdarahan vagina saat masuk proses persalinan
  • Bradikardi
  • Hipoksia
  • Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cedera
  • otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini
  • terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo–
  • servik, partus lama, infeksi plasenta, partus menggunakan alat
  • tertentu dan lahir dengan proses caesar. (Mardiani, 2006)
  • Asfiksia
  • Hiperbilirubin
  • Menigitis purulenta
  • Kelahiran sungsang
  • Postnatal
  • Infeksi: meningitis, enchepalitis, trauma seperti tenggelam
  • Trauma kepala: hematom subdural
  • Luka parut pada otak pasca operasi kepala
  • Malnutrisi
  • Kejang pada anak
  • Keracunan logam berat
  • Klasifikasi CP

CP diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu CP Spastik, CP Dyskinesia dan CP Ataxia. CP spastik merupakan kerusakan otak yang terjadi pada cerebral motor  cortex, sehingga seseorang dengan CP spastik mengalami gangguan distribusi  tonus otot. Terdapat tiga jenis CP spastik, yaitu spastik diplegi (spastisitas pada ekstremitas bawah dan sedikit pada ekstremitas atas), spastik hemiplegi (spastisitas pada salah satu sisi tubuh) dan spastik quadriplegi (spastisitas pada seluruh ekstremitas) (Aker & Anderson 2007).

  1. SPASTISITAS

     Spastisitas didefinisikan sebagai peningkatan ketahanan fisiologis otot terhadap gerakan pasif. Ini adalah bagian dari sindrom neuron motorik atas yang ditandai dengan hiperrefleksia, klonus, respons ekstensor plantar, dan refleks primitif. CP Spastik adalah bentuk paling umum dari Cerebral Palsy. Sekitar 80% sampai 90% anak dengan CP mengalami Spastic. CP Spastik ditandai oleh setidaknya dua dari gejala berikut, yang mungkin unilateral (hemiplegia) atau bilateral:

  • Pola postur dan / atau gerakan yang tidak normal
  • Peningkatan tonus (tidak harus terus-menerus)
  • Refleks patologis (tanda hyperreflexia atau piramidal misalnya respon Babinski)

Klasifikasi Anatomi

Klasifikasi anatomi adalah sebagai berikut:

  • Unilateral      : Satu sisi tubuh terpengaruh
  • Bilateral         : Kedua sisi tubuh terpengaruh
  • CP spastic     : digunakan untuk membedakan antara quadriplegia, diplegia dan hemiplegia. CP Spastic terjadi bilateral atau unilateral.
  • CP Dyskinetik dan CP Ataxia: selalu melibatkan seluruh tubuh (bilateral).
  1. Hemiplegi (Unilateral)

Satu sisi tubuh yang terkena dengan ekstremitas atas umumnya lebih terpengaruh daripada bagian bawah. Gangguan kejang, defisit bidang visual, agnosia taktil, dan kehilangan proprioseptif mungkin terjadi. Dua puluh persen anak dengan CP Spastik mengalami hemiplegia. Lesi fokal traumatis, vaskular, atau infeksi adalah penyebabnya dalam banyak kasus.

  • Diplegi (Bilateral)

Ekstremitas bawah lebih terlibat dan lengan sedikit terlibat. Kecerdasan biasanya normal dan epilepsi lebih jarang. Lima puluh persen anak-anak dengan Spastic CP mengalami diplegia. Riwayat prematur biasa terjadi. Diplegia menjadi lebih umum karena lebih banyak bayi dengan berat lahir rendah bertahan hidup.

  • Quadriplegi (Bilateral)

Keempat ekstremitas serta batang tubuh dan otot yang mengontrol mulut, lidah dan faring terlibat. Tiga puluh persen anak dengan Spastic CP mengalami quadriplegia. Keterlibatan ekstremitas bawah yang lebih serius sering terjadi pada bayi prematur. Beberapa memiliki ensefalopati iskemik hipoksia perinatal.

  • CP Dyskinetik

Gerakan abnormal yang terjadi saat anak memulai gerakan disebut Diskinesia. Disartria, Disfagia dan air liur menyertai masalah pergerakan. Perkembangan intelektual umumnya normal, betapapun parahnya disartria membuat komunikasi menjadi sulit dan membuat orang luar berpikir bahwa anak tersebut memiliki gangguan intelektual. Disfungsi pendengaran sensorineural juga mengganggu komunikasi. CP diskinetik menyumbang sekitar 10% sampai 15% dari semua kasus CP. Hiperbilirubinemia atau anoksia berat menyebabkan disfungsi ganglia basal dan menyebabkan kelumpuhan serebral diskinetik.

Cerebral Palsy diskinetik ditandai dengan gejala berikut:

  • Pola postur dan / atau gerakan yang tidak normaL
  • Gerakan yang tidak disengaja, tidak terkendali, berulang, kadang-kadang stereotip dari bagian tubuh yang terkena

Cerebral Palsy diskinetik dapat berupa:

  • Dystonic CP, didominasi oleh hipokinesia dan hipertonia
  • Choreoathetotic CP, didominasi oleh hiperkinesia dan hipotonia
  • CP Ataxia

Ataksia adalah hilangnya keseimbangan, koordinasi, dan kontrol motorik halus. Anak-anak ataksis tidak dapat mengoordinasikan gerakan mereka. Mereka hipotonik selama 2 tahun pertama kehidupan. Tonus otot menjadi normal dan ataksia menjadi jelas pada usia 2 sampai 3 tahun. Anak-anak yang bisa berjalan memiliki gaya berjalan yang lebar dan tremor intensi ringan (Dismetria). Ketangkasan dan kontrol motorik halus buruk. Ataksia dikaitkan dengan lesi serebelar. Ataksia sering dikombinasikan dengan spastik diplegia. Kebanyakan anak ataksia bisa berjalan tetapi beberapa membutuhkan alat bantu jalan.

CP Ataxic ditandai dengan gejala-gejala berikut:

  • Pola postur dan / atau gerakan yang tidak normal
  • Kehilangan koordinasi otot yang teratur, sehingga gerakan dilakukan dengan kekuatan, ritme, dan ketepatan yang tidak normal
  1. CP campuran

Anak-anak dengan jenis CP campuran biasanya mengalami spastisitas ringan, distonia, dan / atau gerakan athetoid. Ataksia mungkin merupakan salah satu komponen dari disfungsi motorik pada anak-anak dalam kelompok ini. Ataksia dan spastisitas sering terjadi bersamaan. Diplegia ataksik spastic adalah jenis campuran umum yang sering dikaitkan dengan hidrosefalus.

Masalah yang Sering Terjadi pada Anak-anak dengan CP

Perhatikan gambar otak berikut untuk memahami hubungan antara lokasi kerusakan dan gejalanya.

Intervensi dengan Cerebral Palsy

Tujuan dan jenis intervensi unik untuk setiap anak dengan Cerebral Palsy karena kebutuhan mereka berbeda-beda tergantung pada tingkat kecacatan. Tabel ini memberikan gambaran yang bagus tentang tujuan pengobatan / intervensi untuk setiap tingkat kecacatan.

Permasalahan pada Anak Down Syndrome

Down syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan oleh adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan, sehingga terjadi kelebihan kromosom 21, dalam hal ini 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kromosom menjadi 47. Sedangkan pada jumlah yang normal, hanya terdapat 2 kromosom 21 sehingga kromosom berjumlah 46 (Davidson dkk, 2006). Di Indonesia pada tahun 2015 sendiri terdapat sekitar 300 ribu kasus down syndrome yang meningkat dibandingkan 15 tahun yang lalu.

Anak down syndrome biasanya memiliki ciri fisik khas dan mudah dikenali. Selain ciri fisik, karakter khas yang dimiliki anak down syndrome yaitu mengalami retardasi mental dan memiliki taraf kecerdasan yang biasanya tergolong idiot dan imbesil (White, 1981). Anak down syndrome juga ada yang mengalami gangguan atau bahkan kerusakan pada system organ tubuh yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, pernafasan serta gangguan pada jantung yang dapat berakibat fatal.

Dampak dari faktor kecerdasan yang dimiliki anak down syndrome akan memengaruhi perkembangan lainnya dan salah satunya adalah perkembangan bahasa, anak down syndrome akan mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi dan mengekspresikan kebutuhannya secara verbal. Anak biasanya berkomunikasi dengan kalimat yang sederhana. Anak juga mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kalimat secara jelas, sehingga seringkali orang lain kurang mengerti dengan apa yang diungkapkan oleh anak.

Perkembangan motorik anak down syndrome baik kasar maupun halus mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan anak seusianya. Akibat yang muncul dari keterlambatan perkembangan motorik, bahasa dan kecerdasan anak down syndrome adalah hambatan dalam melakukan tiga area okupasi terapi yaitu: (1) activity daily living (aktivitas keseharian) seperti makan, mandi, minum, berhias dan lain-lain; (2) productivity (produktivitas) seperti belajar, menulis, bermain dan lain-lain; (3) leisure (pemanfaatan waktu luang) seperti olahraga, bermain dan lain-lain.

Melatih menggunakan alat tulis seperti pensil, crayon, spidol atau pulpen adalah cara yang paling tepat untuk memulai mengajarkan anak dengan kegiatan menulis. Menulis adalah suatu aktivitas yang kompleks yang mencakup gerakan tangan, jari dan mata secara terintegrasi. Banyak sekali kemampuan yang terlibat ketika anak sedang meronce, menggunting, menggambar ataupun menulis kata sederhana. Selain harus mempunyai keterampilan motorik halus yang baik, anak membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, serta kemampuan otak untuk mengkoordinasikan mata dan tangan untuk menghasilkan coretan bermakna/tulisan.

Sebelum anak siap untuk menulis, ada baiknya guru memperkenalkan kegiatan untuk mendukung kemampuan menulis atau yang biasanya disebut kegiatan pra menulis yaitu anak dapat membuat bentuk dengan menggunakan alat tulis sesuai dengan ruang lingkup perkembangan (Departemen Pendidikan Kebudayaan 1997:4) mencakup:

  1. Menarik garis datar, tegak, miring kanan, miring kiri, lengkung
    berulang-ulang dengan alat tulis secara bertahap.
  2. Mencontoh bentuk silang (+ dan x) lingkaran, bujur sangkar, dan segi tiga secara bertahap.
  3. Mencontoh angka 1-10.
  4. Mencontoh bentuk-bentuk sederhana dengan diperlihatkan
    sekejap.
  5. Menggambar bentuk silang, lingkaran dan segitiga secara
    bertahap.
  6. Menggambar bebas dengan bentuk titik, garis lingkaran, segi
    empat, segitiga, dan bujur sangkar yang tersedia.

Hal tersebut adalah kemampuan yang harus dicapai anak usia prasekolah, dengan stimulasi yang baik dan berkasinambungan tentunya kemampuan anak dalam menulis akan semakin terampil dan antusias dalam menulis. Komponen yang dibutuhkan saat menulis adalah postur yang bagus saat duduk, kontrol leher yang kuat, bahu yang kuat untuk memfasilitasi gerakan lengan dan pergelangan tangan, manipulasi jari, visual spatial yang baik, visual field yang baik, persepsi yang baik, kontrol gerakan baik, atensi dan konsentrasi yang baik, praksis yang baik, koordinasi mata tangan yang baik.

Komponen yang dibutuhkan saat menulis adalah postur yang bagus saat duduk, kontrol leher yang kuat, bahu yang kuat untuk memfasilitasi gerakan lengan dan pergelangan tangan, manipulasi jari, visual spatial yang baik, visual field yang baik, persepsi yang baik, kontrol gerakan baik, atensi dan konsentrasi yang baik, praksis yang baik, koordinasi mata tangan yang baik.

Pada kondisi down syndrome pasien belum mampu melakukan
aktivitas menulis karena tonus otot pada bahu yang masih lemah sehingga
saat menulis gerakan pergelangan tangan belum leluasa. Pasien belum
mampu mempertahankan posisi tangan di atas meja dan posisi badan yang
tegak saat menulis. Pasien belum menguasai kemampuan pra-menulis.

BELAJAR DARI RUMAH DI TENGAH PANDEMI UNTUK ABK? KENAPA TIDAK

Seperti yang kita ketahui pandemi Covid-19 membawa perubahan besar dalam semua bidang kehidupan, salah satunya adalah bidang pendidikan. Seluruh proses pembelajaran dilakukan via onlne, sehingga  orang tua tiba-tiba harus menjadi guru bagi anak-anak mereka. Mereka dipaksa beradaptasi dengan cepat agar dapat memandu pembelajaran anak-anak secara daring. Belum lagi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, tantangannya tentu lebih sulit, oleh karenanya tidak sedikit orang tua mengeluhkan hal ini,

Padahal di sisi lain homeschooling dapat sangat bermanfaat bagi anak berkebutuhan khusus karena orang tua dapat mengatur segala sesuatunya sesuai dengan kebutuhan anak. Namun di sisi lain, motivasi yang rendah dari orang tua justru menjadi penghambat anak untuk berkembang secara maksimal. 7 hal di bawah ini dapat dilakukan orang tua dalam melakukan homeschooling untuk anak berkebutuhan khusus. Yuk, kita simak!

  1. Menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk belajar.

Lingkungan yang mendukung dapat diwujudkan dalam berbagai setting, tidak melulu meja dan kursi saja. Orang tua dapat menggunakan beanbag sebagai tempat anak duduk lalu papan tulis mini untuk anak menulis.

  • Aktivitas fisik sebelum memulai belajar.

Aktivitas fisik dikenal berperan penting dalam meningkatkan baik fungsi tubuh dan fungsi otak yang akan membantu anak dalam aktivitas belajar. Dengan melakukan aktivitas fisik sebelum memulai belajar, dapat meningkatkan konsentrasi dan rentang atensi anak, selain itu juga membantu meningkatkan mood dan mengontrol emosi.

  • Pojok belajar dan pojok istirahat.

Tentukan satu ruangan atau pojok sebagai tempat belajar. Hal ini akan membantu anak mengerti bahwa setiap kali diajak ke ruangan tersebut, artinya dia akan belajar. Selain itu, pojok belajar juga diharapkan akan minim distraksi, sehingga anak dapat lebih fokus dalam belajar. Begitu pula ketika sedang istirahat, tentukan ruangan terpisah sebagai tempat anak beristirahat.

  • Metode belajar yang menyenangkan.

Belajar tidak hanya persoalan buku dan pena saja lho. Membaca dapat diterapkan dengan berbagai media. Kartu dan permainan juga dapat dijadikan media untuk anak belajar dan tentunya cara ini akan menjadi lebih menyenangkan. Ketika anak kooperatif dalam belajar, orang tua dapat memberikan reward berdasarkan dengan apa yang mereka sukai. Tidak dapat dipungkiri, daya tarik belajar di sekolah adalah tersedianya gambar-gambar atau alat peraga menarik yang mendukung kegiatan pembelajaran, orang tua juga boleh lho menyiapkan gambar atau alat peraga sederhana yang kira-kira dapat membantu anak dalam belajar, tidak perlu yang mahal, cukup gunakan apa yang ada di rumah saja. Jika kesulitan, tidak ada salahnya kok bertanya kepada guru kelas tentang hal ini.

  • Sesuaikan dengan kemampuan anak.

Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda. Orang tua perlu memperhatikan seberapa lama anak dapat mempertahankan fokus dan kooperatif dengan kegiatan belajar. Di waktu-waktu yang kondusif itulah, orang tua memaksimalkan aktivitas belajar bersama anak.

  • Istirahat

Apabila anak terlihat bosan dan tidak fokus, berikan ia waktu untuk beristirahat. Ingat, yang terpenting adalah kualitas belajar, bukan berapa lamanya ia belajar.
Homeschooling ini juga membutuhkan peran dari orang tua yang cukup besar sehingga kesehatan diri orang tua juga perlu diperhatikan. Jangan ragu untuk mengambil “me time”. Waktu luang untuk diri sendiri itu penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik.

  • Connect! Connect! Connect!

Tergabung dalam komunitas orang tua/caregiver yang memiliki tantangan yang sama dapat meningkatkan motivasi diri juga lho. Dengan adanya komunitas tersebut, orang tua dapat saling berbagi informasi dan saling mendukung. Selain itu, mencari informasi melalui media maupun tenaga profesional juga dapat membantu agar menjadi lebih mengerti tentang kondisi anak.

Referensi
7 Tips for Homeschooling a Child with Special Needs | Red Apple Reading Blog. (2018). Retrieved July 16, 2020, from https://www.redapplereading.com/blog/2018/11/7-tips-for-homeschooling-a-child-with-special-needs/
Dalton, Sarah. 2019. Youth Fitness: Exercise Helps Children Excel In School. https://www.healthline.com/health/youth-fitness-exe

rcise-helps-children-excel-school diakses pada 15 Juli 2020
Garver, Jaclyn. 2020. How To Homeschool Kids With Special Needs During The Pandemic. https://offspring.lifehacker.com/how-to-homeschool-kids-with-special-needs-during-the-pa-1842593939 diakses pada 15 Juli 2020
Home Schooling Your Special Needs Child. 2014. https://www.educationcorner.com/homeschooling-special-needs-child.html diakses pada 16 Juli 2020
Loveless, B. (n.d.). Is Homeschooling A Good Option For My Child With Autism?.https://autismawarenesscentre.com/homeschooling-good-option-child-with-autism/ diakses pada 16 Juli 2020

CTEV (Congenital Talipes Equinovarus)

Congenital Talipes Equinovarus atau di sebut juga dengan clubfoot adalah salah satu kelainan bawaan pada kaki. Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang, dan berat yang dilihat dari rigiditas atau kekakuan dan dari penampilannya. Pengenalan dan penanganan secara diri pada CTEV sangat penting, dimana “Golden Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir. Dikarenakan, pada umur kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih dapat di manipulasi.

Angka kejadian CTEV dengan perbandingan 2:1 per 1000 kelahiran, dimana anak laki-laki kebih sering terkena CTEV daripada perempuan. Umumnya, pada orang tua normal akan mempunyai resiko punya anak dengan CTEV sebesar 9%. Sedangkan, apabila orang tua terkena maka kemungkinan anak terkena sebesar 30%.

Penyebab CTEV menurut White (1929), penyebab CTEV adalah kerusakan nervus peroneus oleh tekanan di dalam uterus. Menurut Midelton (1934), oleh karena tidak adanya otot yang seimbang karena dysplasia peroneal dan menurut Bechtol dan Mossman (1950), disebabkan oleh pemendekan relatif dari serabut otot yang mengalami degenerasi di dalam uterus.

Penanganan pada CTEV harus sesegera mungkin setelah anak lahir, dengan melakukan elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian dipertahankan dengan pemasangan gips secara serial selama 6 minggu dan gips diganti setiap minggu. Dari 6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis Brown. Setelah penderita waktunya berjalan setiap malam dipasang splint sepatu Denis Brown dan siang hari memakai sepatu outflare sampai usia prasekolah. Dari serial terapi tersebut yang paling penting adalah tahap pertama yaitu elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dengan manipulasi pasif.

Pentingnya Kontak Mata

Komunikasi menjadi faktor utama untuk berlangsungnya hidup manusia. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia perlu berinteraksi kepada manusia lainnya. Komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari meliputi komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Sedangkan komunikasi non verbal adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk bahasa isyarat yang biasanya berupa bahasa tubuh atau gestur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, dan lainnya. 

Kontak mata (eye contact) merupakan kejadian ketika dua orang melihat mata satu sama lain pada saat yang sama. Kontak mata merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang disebut okulesik dan memiliki pengaruh yang besar dalam perilaku sosial. Sebagian ilmuwan menegaskan bahwa anak-anak sering merespon ke mata ibu mereka sejak lahir, dan bayi-bayi umumnya tersenyum secara naluriah kepada titik hitam menganggapnya mata, hingga umur enam minggu, sebuah penelitian tahun 1985 yang diterbitkan di Journal of Experimental Child Psychology menunjukkan bahwa “bayi 3-bulan relatif tidak sensitif dalam menjadi objek penglihatan orang lain”. Sebuah penelitian 1996 di Kanada menemukan bahwa senyum pada bayi 3 hingga 6 bulan berkurang jika kontak mata dengan orang dewasa dihentikan. Sebuah penelitian 2004 di Britania dalam Journal of Cognitive Neuroscience menemukan bahwa pengenalan wajah oleh bayi difasilitasi oleh tatapan mata langsung. Penelitian lainnya pada 2005 dan 2002 mengkonfirmasikan bahwa tatapan mata dari orang-orang dewasa memengaruhi tatapan mata dari bayi. Selain sarana melakukan komunikasi non verbal, kontak mata juga berfungsi untuk menunjukkan rasa percaya diri, menunjukkan kebohongan, menunjukkan rasa ketertarikan, menunjukkan ekspresi, tanda dari sifat suatu hubungan, menunjukkan rasa menghargai, dan menjaga umpan balik.

Kontak mata bagi anak sangatlah penting, berbicara mengenai anak berkebutuhan khusus banyak dari ABK memiliki kontak mata yang buruk. Pada piramida pembelajaran visual amatlah sangat penting sebelum anak mampu melakukan aktifitas lain atau mampu dalam memenuhi aspek lain sebagai syarat ABK mampu mandiri dalam hal apapun. Dengan melakukan terapi secara rutin ABK diharapkan mampu melatih kontak matanya. Ada banyak cara menstimulus kontak mata pada anak berkebutuhan khusus diantaranya:

1. Duduk dengan posisi table top secara berhadapan.

Duduklah berhadapan dengan anak usahakan berhdapan lalu pegang pelipis mata anak. Pandang anak selama beberapa detik. Usahakan tatapan mata anak anda tetap berada dalam kuncian anda. Apabila tatapan mata anak anda hilang dari mata anda maka cari dan ikuti tatapan mata anak, pertahankan dan usahakan tetap fokus.

2. Gunakan benda yang disukai anak

Terapis, ayah, atau bunda dapat menggunakan benda berupa makanan atau apapun yang disukai anak. Panggil nama anak lalu letakkan benda tersebut di tengah mata atau di antara kedua mata anak. Tahan benda tersebut selama beberapa detik sesuai kemampuan anak. Berikan reward setiap anak mampu meningkatkan waktu atau durasi dalam menjaga kontak matanya.

3. Bermain permainan puzzle atau menara donat

Permainan puzzle atau menara donat merupakan salah satu cara meningkatkan kontak mata anak. Lakukan aktifitas tersebut dengan posisi di atas meja bantu anak untuk melakukan aktifitas tersebut. Arahkan tangan anak untuk memasang permainan tersebut apabila anak masih kesusahan mempertahankan kontak matanya. Berikan stimulus berupa sentuhan pada pipi atau hidung apabila anak kesusahan mempertahankan atau memasang permainan tersebut. Usahakan anak satu permainan dari awal hingga akhir

4. Stimulasi dengan bunyi-bunyian atau lagu kesukaan anak