BELAJAR DARI RUMAH DI TENGAH PANDEMI UNTUK ABK? KENAPA TIDAK

Seperti yang kita ketahui pandemi Covid-19 membawa perubahan besar dalam semua bidang kehidupan, salah satunya adalah bidang pendidikan. Seluruh proses pembelajaran dilakukan via onlne, sehingga  orang tua tiba-tiba harus menjadi guru bagi anak-anak mereka. Mereka dipaksa beradaptasi dengan cepat agar dapat memandu pembelajaran anak-anak secara daring. Belum lagi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, tantangannya tentu lebih sulit, oleh karenanya tidak sedikit orang tua mengeluhkan hal ini,

Padahal di sisi lain homeschooling dapat sangat bermanfaat bagi anak berkebutuhan khusus karena orang tua dapat mengatur segala sesuatunya sesuai dengan kebutuhan anak. Namun di sisi lain, motivasi yang rendah dari orang tua justru menjadi penghambat anak untuk berkembang secara maksimal. 7 hal di bawah ini dapat dilakukan orang tua dalam melakukan homeschooling untuk anak berkebutuhan khusus. Yuk, kita simak!

  1. Menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk belajar.

Lingkungan yang mendukung dapat diwujudkan dalam berbagai setting, tidak melulu meja dan kursi saja. Orang tua dapat menggunakan beanbag sebagai tempat anak duduk lalu papan tulis mini untuk anak menulis.

  • Aktivitas fisik sebelum memulai belajar.

Aktivitas fisik dikenal berperan penting dalam meningkatkan baik fungsi tubuh dan fungsi otak yang akan membantu anak dalam aktivitas belajar. Dengan melakukan aktivitas fisik sebelum memulai belajar, dapat meningkatkan konsentrasi dan rentang atensi anak, selain itu juga membantu meningkatkan mood dan mengontrol emosi.

  • Pojok belajar dan pojok istirahat.

Tentukan satu ruangan atau pojok sebagai tempat belajar. Hal ini akan membantu anak mengerti bahwa setiap kali diajak ke ruangan tersebut, artinya dia akan belajar. Selain itu, pojok belajar juga diharapkan akan minim distraksi, sehingga anak dapat lebih fokus dalam belajar. Begitu pula ketika sedang istirahat, tentukan ruangan terpisah sebagai tempat anak beristirahat.

  • Metode belajar yang menyenangkan.

Belajar tidak hanya persoalan buku dan pena saja lho. Membaca dapat diterapkan dengan berbagai media. Kartu dan permainan juga dapat dijadikan media untuk anak belajar dan tentunya cara ini akan menjadi lebih menyenangkan. Ketika anak kooperatif dalam belajar, orang tua dapat memberikan reward berdasarkan dengan apa yang mereka sukai. Tidak dapat dipungkiri, daya tarik belajar di sekolah adalah tersedianya gambar-gambar atau alat peraga menarik yang mendukung kegiatan pembelajaran, orang tua juga boleh lho menyiapkan gambar atau alat peraga sederhana yang kira-kira dapat membantu anak dalam belajar, tidak perlu yang mahal, cukup gunakan apa yang ada di rumah saja. Jika kesulitan, tidak ada salahnya kok bertanya kepada guru kelas tentang hal ini.

  • Sesuaikan dengan kemampuan anak.

Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda. Orang tua perlu memperhatikan seberapa lama anak dapat mempertahankan fokus dan kooperatif dengan kegiatan belajar. Di waktu-waktu yang kondusif itulah, orang tua memaksimalkan aktivitas belajar bersama anak.

  • Istirahat

Apabila anak terlihat bosan dan tidak fokus, berikan ia waktu untuk beristirahat. Ingat, yang terpenting adalah kualitas belajar, bukan berapa lamanya ia belajar.
Homeschooling ini juga membutuhkan peran dari orang tua yang cukup besar sehingga kesehatan diri orang tua juga perlu diperhatikan. Jangan ragu untuk mengambil “me time”. Waktu luang untuk diri sendiri itu penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik.

  • Connect! Connect! Connect!

Tergabung dalam komunitas orang tua/caregiver yang memiliki tantangan yang sama dapat meningkatkan motivasi diri juga lho. Dengan adanya komunitas tersebut, orang tua dapat saling berbagi informasi dan saling mendukung. Selain itu, mencari informasi melalui media maupun tenaga profesional juga dapat membantu agar menjadi lebih mengerti tentang kondisi anak.

Referensi
7 Tips for Homeschooling a Child with Special Needs | Red Apple Reading Blog. (2018). Retrieved July 16, 2020, from https://www.redapplereading.com/blog/2018/11/7-tips-for-homeschooling-a-child-with-special-needs/
Dalton, Sarah. 2019. Youth Fitness: Exercise Helps Children Excel In School. https://www.healthline.com/health/youth-fitness-exe

rcise-helps-children-excel-school diakses pada 15 Juli 2020
Garver, Jaclyn. 2020. How To Homeschool Kids With Special Needs During The Pandemic. https://offspring.lifehacker.com/how-to-homeschool-kids-with-special-needs-during-the-pa-1842593939 diakses pada 15 Juli 2020
Home Schooling Your Special Needs Child. 2014. https://www.educationcorner.com/homeschooling-special-needs-child.html diakses pada 16 Juli 2020
Loveless, B. (n.d.). Is Homeschooling A Good Option For My Child With Autism?.https://autismawarenesscentre.com/homeschooling-good-option-child-with-autism/ diakses pada 16 Juli 2020

CTEV (Congenital Talipes Equinovarus)

Congenital Talipes Equinovarus atau di sebut juga dengan clubfoot adalah salah satu kelainan bawaan pada kaki. Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang, dan berat yang dilihat dari rigiditas atau kekakuan dan dari penampilannya. Pengenalan dan penanganan secara diri pada CTEV sangat penting, dimana “Golden Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir. Dikarenakan, pada umur kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih dapat di manipulasi.

Angka kejadian CTEV dengan perbandingan 2:1 per 1000 kelahiran, dimana anak laki-laki kebih sering terkena CTEV daripada perempuan. Umumnya, pada orang tua normal akan mempunyai resiko punya anak dengan CTEV sebesar 9%. Sedangkan, apabila orang tua terkena maka kemungkinan anak terkena sebesar 30%.

Penyebab CTEV menurut White (1929), penyebab CTEV adalah kerusakan nervus peroneus oleh tekanan di dalam uterus. Menurut Midelton (1934), oleh karena tidak adanya otot yang seimbang karena dysplasia peroneal dan menurut Bechtol dan Mossman (1950), disebabkan oleh pemendekan relatif dari serabut otot yang mengalami degenerasi di dalam uterus.

Penanganan pada CTEV harus sesegera mungkin setelah anak lahir, dengan melakukan elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian dipertahankan dengan pemasangan gips secara serial selama 6 minggu dan gips diganti setiap minggu. Dari 6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis Brown. Setelah penderita waktunya berjalan setiap malam dipasang splint sepatu Denis Brown dan siang hari memakai sepatu outflare sampai usia prasekolah. Dari serial terapi tersebut yang paling penting adalah tahap pertama yaitu elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dengan manipulasi pasif.

Pentingnya Kontak Mata

Komunikasi menjadi faktor utama untuk berlangsungnya hidup manusia. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia perlu berinteraksi kepada manusia lainnya. Komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari meliputi komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Sedangkan komunikasi non verbal adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk bahasa isyarat yang biasanya berupa bahasa tubuh atau gestur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, dan lainnya. 

Kontak mata (eye contact) merupakan kejadian ketika dua orang melihat mata satu sama lain pada saat yang sama. Kontak mata merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang disebut okulesik dan memiliki pengaruh yang besar dalam perilaku sosial. Sebagian ilmuwan menegaskan bahwa anak-anak sering merespon ke mata ibu mereka sejak lahir, dan bayi-bayi umumnya tersenyum secara naluriah kepada titik hitam menganggapnya mata, hingga umur enam minggu, sebuah penelitian tahun 1985 yang diterbitkan di Journal of Experimental Child Psychology menunjukkan bahwa “bayi 3-bulan relatif tidak sensitif dalam menjadi objek penglihatan orang lain”. Sebuah penelitian 1996 di Kanada menemukan bahwa senyum pada bayi 3 hingga 6 bulan berkurang jika kontak mata dengan orang dewasa dihentikan. Sebuah penelitian 2004 di Britania dalam Journal of Cognitive Neuroscience menemukan bahwa pengenalan wajah oleh bayi difasilitasi oleh tatapan mata langsung. Penelitian lainnya pada 2005 dan 2002 mengkonfirmasikan bahwa tatapan mata dari orang-orang dewasa memengaruhi tatapan mata dari bayi. Selain sarana melakukan komunikasi non verbal, kontak mata juga berfungsi untuk menunjukkan rasa percaya diri, menunjukkan kebohongan, menunjukkan rasa ketertarikan, menunjukkan ekspresi, tanda dari sifat suatu hubungan, menunjukkan rasa menghargai, dan menjaga umpan balik.

Kontak mata bagi anak sangatlah penting, berbicara mengenai anak berkebutuhan khusus banyak dari ABK memiliki kontak mata yang buruk. Pada piramida pembelajaran visual amatlah sangat penting sebelum anak mampu melakukan aktifitas lain atau mampu dalam memenuhi aspek lain sebagai syarat ABK mampu mandiri dalam hal apapun. Dengan melakukan terapi secara rutin ABK diharapkan mampu melatih kontak matanya. Ada banyak cara menstimulus kontak mata pada anak berkebutuhan khusus diantaranya:

1. Duduk dengan posisi table top secara berhadapan.

Duduklah berhadapan dengan anak usahakan berhdapan lalu pegang pelipis mata anak. Pandang anak selama beberapa detik. Usahakan tatapan mata anak anda tetap berada dalam kuncian anda. Apabila tatapan mata anak anda hilang dari mata anda maka cari dan ikuti tatapan mata anak, pertahankan dan usahakan tetap fokus.

2. Gunakan benda yang disukai anak

Terapis, ayah, atau bunda dapat menggunakan benda berupa makanan atau apapun yang disukai anak. Panggil nama anak lalu letakkan benda tersebut di tengah mata atau di antara kedua mata anak. Tahan benda tersebut selama beberapa detik sesuai kemampuan anak. Berikan reward setiap anak mampu meningkatkan waktu atau durasi dalam menjaga kontak matanya.

3. Bermain permainan puzzle atau menara donat

Permainan puzzle atau menara donat merupakan salah satu cara meningkatkan kontak mata anak. Lakukan aktifitas tersebut dengan posisi di atas meja bantu anak untuk melakukan aktifitas tersebut. Arahkan tangan anak untuk memasang permainan tersebut apabila anak masih kesusahan mempertahankan kontak matanya. Berikan stimulus berupa sentuhan pada pipi atau hidung apabila anak kesusahan mempertahankan atau memasang permainan tersebut. Usahakan anak satu permainan dari awal hingga akhir

4. Stimulasi dengan bunyi-bunyian atau lagu kesukaan anak

REFLEKS PRIMITIF

Refleks primitif adalah respons motorik involunter yang berasal dari batang otak yang mulai muncul saat usia kehamilan 25 minggu dan sepenuhnya terbentuk setelah lahir pada bayi aterm. Refleks primitif yang tidak muncul saat usia seharusnya, menetap atau muncul kembali pada usia yang tidak seharusnya, dan muncul asimetris adalah penanda klinis penting dari berbagai gangguan neurologi dan perkembangan bayi. Pemeriksaan refleks primitif terdiri dari beberapa macam, antara lain :

  1. Palmar Grasp Reflek (lahir-3 bulan)

Ini terjadi pada bayi ketika jari kita menyentuh telapak tangannya, maka ia pun akan merespons dengan cara menggenggam secara kuat dan kekuatannya akan meningkat ketika jari akan ditarik kembali dan meluruskan lengan bawahnya.

  • ATNR : Asymmetric tonic neck reflex (akan lebih jelas pada usia 4 sampai 5 minggu)

Ini terjadi saat bayi ditidurkan, kepala digerakkan ke satu sisi, kanan atau kiri. Secara refleks, tangan dan kaki di satu sisi akan bergerak lurus mengikuti arah kepala, sedangkan tangan dan kaki lainnya seperti melipat.

  • STNR : Symmetrical tonic neck reflex (akan lebih jelas pada usia 4 sampai 5 minggu)

terjadi saat kepala menunduk, tangan refleks melipat, sedangkan kaki bayi lurus.

  • Moro Refleks (usia 0-4 bulan)

Kepala bayi dipegang dengan tangan kemudian secara tiba-tiba jatuhkan pegangan kepala bayi tetapi tidak ditekan. Ketika anak terkejut karena hentakan maka kedua tangan serta kakinya akan menangkup dalam posisi memeluk untuk melindungi diri, jemarinya pun juga ikut menggenggam.

  • Plecing Reaction (ada pada usia 1-3 bulan, akan hilang saat anak udah mulai bisa berjalan)

Angkat anak dengan posisi berdiri dan pegang anak pada bagian dadanya sehingga bagian belakang / depan menyentuh meja maka anak akan berusaha meletakan kakinya diatas meja.

  • Rooting (dari lahir-3 bulan)

Terjadi ketika pipi bayi diusap atau dibelai lembut pada bagian pinggir mulutnya. Sebagai respons, ia pun memalingkan kepalanya ke arah sentuhan tersebut sambil membuka mulut. Ketika dirangsang dibawah mulut maka anak akan membuka mulut dan berusaha menghisap jari tersebut.

  • Supporting Refleks (secara bertahap hilang pada usia 2-6 bulan)

Bayi dipegang pada bawah ketiaknya dalamposisi tegak (pastikan kepalanya tertopang dg baik) kaki disentuhkan pada lantai. Maka reaksi anak akan memposisikan dirinya berdiri di atas lantai.

  • Primary Stepping (bervariasi mulai dari lahir-3 bulan)

Bayi Diposisikan berdiri dan diarahkan untuk melangkah. Maka reaksi bayi akan berjalan ritmik. Pada bayi mature maka ia akan berjalan dengan tumit dan pada bayi premature akan berjalan dengan ujung jari / berjinjit.

  • Neck righting
  • body on head  (lahir sampai 4 bulan)

Bayi diposisikan terlentang kemudian kepala bayi digerakan berputar dengan tangan secara hati-hati ke salah satu sisi kanan/kiri maka seluruh tubuh akan berputar secara bersamaan. 

  • body on body  (mulai usia 4 bulan)

Bayi diposisikan terlentang kemudian gerakan kaki bayi digerakan berputar dengan tangan secara hati-hati ke salah satu sisi kanan/kiri. Maka tubuh akan berputar mengikuti kepala per bagian mulai dari kepala, shoulder, trunk,  dan pelvis.

FISIO CARE Menyelenggarakan Bincang Online “Kenali & Pahami Masa Pubertas pada Anak Berkebutuhan Khusus”

Assalamualaikum wr. wb, salam sejahtera.

FISIO CARE “Optimalisasi & Rehabilitasi Tumbuh Kembang Anak”

Menyelenggarakan Bincang Online Kenali & Pahami Masa Pubertas pada Anak Berkebutuhan Khusus.

yang akan diselenggarakan pada :

📌 Hari, tanggal : Sabtu, 21 November 2020
⏰ Waktu. : 09.00 – Selesai WIB
🖥 Aplikasi : Zoom meeting

✅ PEMBICARA :
Melati Ismi Hapsari, S.Psi., M.Psi.
✔️(Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto)
✔️(Psikolog)

✅ MODERATOR :
Siti Hafsoh, A.Md. FT.
(Fisioterapis – Fisio Care)

LINK PENDAFTARAN
👉 bit.ly/webinar-fc1
👉 bit.ly/webinar-fc2
🔖 (pilih salah satu link tersebut)

Notice
🔴 Gratis
🔴 Kuota terbatas
🔴 Mendapatkan e-Sertifikat
🔴 Live Zoom Meeting & YouTube

More Informasi :
0812-8064-8394 (WA Only)

Terimakasih 🙏
Wsssalamualaikum wr. wb

Kelainan Bawaan pada Kaki “CTEV (Congenital Talipes Equinovarus)”

Congenital Talipes Equinovarus atau di sebut juga dengan clubfoot adalah salah satu kelainan bawaan pada kaki. Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang, dan berat yang dilihat dari rigiditas atau kekakuan dan dari penampilannya. Pengenalan dan penanganan secara diri pada CTEV sangat penting, dimana “Golden Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir. Dikarenakan, pada umur kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih dapat di manipulasi.

Angka kejadian CTEV dengan perbandingan 2:1 per 1000 kelahiran, dimana anak laki-laki kebih sering terkena CTEV daripada perempuan. Umumnya, pada orang tua normal akan mempunyai resiko punya anak dengan CTEV sebesar 9%. Sedangkan, apabila orang tua terkena maka kemungkinan anak terkena sebesar 30%.

Penyebab CTEV menurut White (1929), penyebab CTEV adalah kerusakan nervus peroneus oleh tekanan di dalam uterus. Menurut Midelton (1934), oleh karena tidak adanya otot yang seimbang karena dysplasia peroneal dan menurut Bechtol dan Mossman (1950), disebabkan oleh pemendekan relatif dari serabut otot yang mengalami degenerasi di dalam uterus.

Penanganan pada CTEV harus sesegera mungkin setelah anak lahir, dengan melakukan elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian dipertahankan dengan pemasangan gips secara serial selama 6 minggu dan gips diganti setiap minggu. Dari 6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis Brown. Setelah penderita waktunya berjalan setiap malam dipasang splint sepatu Denis Brown dan siang hari memakai sepatu outflare sampai usia prasekolah. Dari serial terapi tersebut yang paling penting adalah tahap pertama yaitu elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dengan manipulasi pasif.